Film G30S/PKI, yang diwajibkan untuk ditonton setiap 30 September selama periode Orde Baru, terkenal sangat kontroversial. Dengan judul lengkap “Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI,” film ini dipandang sebagai alat propaganda dari rezim Soeharto. Cerita yang diangkat dalam film G30S/PKI menyoroti kekejaman yang dilakukan oleh PKI serta penculikan dan pembunuhan sejumlah perwira tinggi TNI di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Baca Juga:
Fakta Baru Kasus Viral Guru dan Murid di Gorontalo
Update Kasus P Diddy: Skandal dan Selebriti yang Terlibat!
Fakta Menarik Tentang Film G30S/PKI
- Produksi yang Mahal
Disutradarai oleh Arifin C Noer, film ini memerlukan waktu dua tahun untuk diselesaikan dengan anggaran mencapai Rp 800 juta. Arifin dikenal melalui karya-karya lainnya, seperti “Serangan Fajar” dan “Harmonikaku.” - Rekor Penonton
Film G30S/PKI memecahkan rekor penonton di DKI Jakarta pada tahun 1984, dengan jumlah mencapai 699.282 penonton, mengungguli film-film sebelumnya. - Film Wajib Era Orde Baru
Selama 13 tahun, film ini diputar menjelang Hari Kesaktian Pancasila, menjadikannya sebagai alat propaganda rezim. - Pelarangan di Era Reformasi
Setelah jatuhnya Soeharto, film ini dihentikan penayangannya oleh Menteri Penerangan, Letjen (Purn) Muhammad Yunus, yang berpendapat bahwa film tersebut tidak lagi relevan dengan fakta sejarah. - Pro dan Kontra
G30S/PKI menuai berbagai pendapat; sementara sebagian kalangan percaya pada kebenaran cerita yang disajikan, lainnya meragukan keakuratan representasi sejarah yang ditampilkan.
Representasi Kekerasan dalam Film
Film ini menggambarkan momen-momen penyiksaan dan pembunuhan yang dialami oleh tujuh perwira TNI AD pada malam G30S, yang membentuk ingatan kolektif masyarakat. Namun, laporan otopsi menunjukkan fakta yang berbeda; tidak ada bukti penyiksaan sebagaimana digambarkan dalam film.
Baca Juga:
8 Film Adaptasi Novel yang Wajib Ditonton!
10 Film Animasi yang Bikin Nostalgia Anak 2000-an
Peringatan G30S tetap menjadi momen refleksi penting bagi bangsa Indonesia. Peristiwa yang mengakibatkan banyak korban ini tidak hanya mengubah arah sejarah, tetapi juga menjadi inspirasi bagi sejumlah film, baik lokal maupun internasional. Sejumlah film, seperti “The Year of Living Dangerously” dan “40 Years of Silence,” mencoba menggambarkan dampak dari tragedi tersebut, meskipun seringkali dengan sudut pandang yang berbeda.