Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2025 bikin banyak pihak terheran-heran. Bayangkan saja, angkanya tembus 5,12%! Padahal para ekonom awalnya memprediksi cuma akan di kisaran 4,7% saja. Makanya, begitu angka ini keluar, banyak yang langsung bertanya-tanya: ini beneran atau enggak, sih?
Investasi Ngebut, Manufaktur Ikut Melaju
Salah satu pemicu lonjakan ini datang dari sektor investasi yang melonjak hingga 6,99%, angka tertinggi sejak 2021. Selain itu, industri manufaktur juga menunjukkan angka pertumbuhan yang cukup mengejutkan, yakni 5,68%. Padahal biasanya sektor ini tumbuh stabil di angka 4%-an.
Beberapa ekonom mengaku bingung karena lonjakan ini enggak sejalan dengan data lainnya. Contohnya, Purchasing Managers’ Index (PMI) sektor manufaktur selama empat bulan terakhir justru menunjukkan kontraksi alias penurunan aktivitas. Jadi, wajar kalau muncul kecurigaan—ada apa sebenarnya di balik angka-angka ini?
Baca Juga:
Update Info GTK 2025 Terbaru: Begini Cara Lihat Tunjanganmu!
Riduan Resmi Jadi Direktur Utama Bank Mandiri, Ini Profilnya
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Hanya Efek Musiman?
Sebagian analis mulai angkat suara soal angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tembus 5,12%. Mereka mengingatkan, jangan buru-buru senang dulu. Soalnya, ada kemungkinan besar angka ini hanya dorongan musiman. Misalnya karena efek Lebaran, saat masyarakat cenderung belanja lebih banyak dari biasanya, atau karena konsumsi naik tajam di momen-momen tertentu yang sifatnya jangka pendek.
Kalau pertumbuhannya cuma karena faktor musiman, maka artinya belum ada perubahan mendasar di sektor ekonomi kita. Produksi belum tentu naik, dan sektor ekspor juga belum tentu bergerak signifikan. Jadi, meskipun kelihatan tinggi, angka ini bisa jadi hanya pantulan sesaat, bukan tanda pemulihan jangka panjang.
Kalau dilihat lebih dalam, ternyata pendorong utama pertumbuhan ini berasal dari konsumsi rumah tangga, belanja modal, dan kenaikan impor. Konsumsi rumah tangga memang selalu jadi motor penggerak utama ekonomi Indonesia. Tapi saat ini, lonjakan impor ikut memberi andil besar—yang bisa jadi cerminan kebutuhan bahan baku dari luar, bukan peningkatan produksi dalam negeri.
Sayangnya, ekspor belum cukup kuat untuk ikut menopang pertumbuhan. Bahkan, pengeluaran pemerintah malah tumbuh negatif. Ini jadi tanda bahwa mesin penggerak dari sisi pemerintah belum optimal. Kalau kondisi seperti ini terus berlanjut, ekonomi kita bisa tetap bergantung pada konsumsi dan impor, tanpa ditopang kekuatan dari produksi dalam negeri atau pasar global.
Baca Juga:
Resmi! Tom Lembong Bebas Usai Dapat Abolisi dari Presiden
IHSG Melemah Tipis, Saham Big Cap Jadi Biang Kerok
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,12% memang terlihat keren di permukaan, tapi tetap harus dicermati lebih dalam. Apakah ini pertanda pemulihan yang sehat? Atau justru hanya sekadar angka yang didorong faktor sesaat? Kalau struktur ekonominya belum benar-benar kuat, pertumbuhan semacam ini rawan tidak bertahan lama.