Kasus dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bikin heboh. Salah satu nama yang ikut terseret adalah Jurist Tan, yang dulunya dikenal sebagai Staf Khusus Nadiem Makarim saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan. Masalahnya terkait pengadaan laptop berbasis ChromeOS untuk program digitalisasi pendidikan. Nilai kerugian negaranya? Nggak tanggung-tanggung, hampir Rp 2 triliun alias Rp 1,98 triliun.
Walaupun Jurist dikenal sebagai stafnya Nadiem, ternyata urusan proyek ini sudah bergulir bahkan sebelum Nadiem resmi jadi menteri.
Grup WhatsApp “Mas Menteri”
Cerita ini berawal dari Agustus 2019, saat Jurist, Nadiem, dan Fiona Handayani (yang juga Stafsus Menteri) bikin grup WhatsApp bernama Mas Menteri Core Team. Di situ mereka ngobrolin rencana pengadaan laptop untuk mendukung digitalisasi pendidikan.
Setelah Nadiem resmi dilantik sebagai menteri pada Oktober 2019, Jurist ditugaskan buat ketemu Yeti Khim dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Pertemuan itu membahas detail teknis pengadaan perangkat TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) berbasis ChromeOS.
Baca Juga:
Daftar Lengkap Tersangka Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina
Duit, Emas, dan Hukum: Kisah Zarof Ricar Bikin Geleng-Geleng
Jadi Konsultan, Tapi Lewat Jalan Pintas?
Nggak lama setelah pertemuan itu, Jurist ngajak Yeti dan Ibrahim Arief buat bikin kontrak kerja. Ibrahim akhirnya jadi konsultan teknologi di PSPK dan ikut dalam program Warung Teknologi di Kemendikbudristek. Tugasnya? Ngebantu pengadaan perangkat TIK berbasis ChromeOS.
Masalahnya, menurut Kejagung, seharusnya staf khusus menteri kayak Jurist dan Fiona nggak punya kewenangan buat ngurus pengadaan barang dan jasa. Tapi kenyataannya, mereka malah aktif minta pengadaan laptop berbasis ChromeOS ini dilakukan, bahkan ngajak beberapa pejabat lain buat terlibat.
Nama-nama yang ikut disebut selain Jurist, Fiona, dan Ibrahim adalah Sri Wahyuningsih (mantan Direktur SD Kemendikbudristek) dan Mulatsyah (mantan Direktur SMP Kemendikbudristek). Keduanya sekarang juga sudah jadi tersangka.
Kerjasama Jurist Tan dengan Google
Jurist Tan juga sempat lanjut ketemu pihak Google, setelah sebelumnya Nadiem lebih dulu ngobrol dengan mereka. Di pertemuan itu, Jurist bahas soal pengadaan laptop berbasis ChromeOS, termasuk skema co-investment dari Google sebesar 30% buat mendukung program ini.
Informasi tentang kerjasama itu pun kemudian dibawa ke rapat-rapat di lingkungan kementerian. Bahkan di pertemuan tanggal 6 Mei 2020 yang dipimpin langsung oleh Nadiem, sempat dibahas juga soal penggunaan ChromeOS untuk pengadaan laptop di tahun 2020 sampai 2022. Padahal saat itu, proses pengadaannya sendiri belum dimulai.
Jurist Tan Menghilang
Saat Kejaksaan Agung resmi umumkan para tersangka pada 15 Juli 2025, Jurist ternyata nggak ada di Indonesia. Kejagung bilang, Jurist sudah beberapa kali dipanggil tapi nggak pernah datang. Akhirnya dia masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan sekarang statusnya buron.
Pihak Kejagung juga lagi koordinasi dengan berbagai pihak supaya Jurist bisa dibawa pulang ke Indonesia buat diperiksa lebih lanjut.
Laptop Sudah Disebar, Tapi Banyak yang Mubazir
Sebetulnya, pengadaan laptop Chromebook ini udah sempat berjalan. Sebanyak 1,2 juta unit sudah dikirim ke berbagai daerah di Indonesia. Sayangnya, di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), banyak laptop yang akhirnya cuma jadi pajangan karena infrastruktur pendukungnya belum memadai. Jadi, bukan cuma soal korupsi, tapi juga soal pemanfaatan yang nggak maksimal.
Baca Juga:
Heboh Transaksi Rp1,8 Miliar, OJK dan Ajaib Bertindak
Rp 285 Triliun Raib, Kejagung Kejar Riza Chalid
Kasus ini jadi pengingat keras bahwa program digitalisasi pendidikan itu bukan cuma soal beli barang mahal, tapi juga harus jelas tujuannya, cara pakainya, dan tentu saja proses pengadaannya harus bersih. Jangan sampai niatnya mau bantu pendidikan malah jadi ladang korupsi. Semoga kasus ini cepat selesai dan jadi pelajaran buat semua pihak.