Overtourism di Bali: Dampak, Penyebab, dan Solusi

Travel162 Dilihat
Spread the love

Overtourism, atau fenomena keberlebihan wisatawan, bukanlah suatu gagasan baru dalam industri pariwisata. Sejak tahun 2018, beberapa tujuan populer seperti Bali, Barcelona, dan Amsterdam telah diprediksi menghadapi konsekuensi overtourism oleh Conde Nast Traveler. Bahkan, pada tahun 2023, Bali sekali lagi tercatat dalam daftar destinasi yang dianggap mengalami overtourism. Fenomena overtourism di Bali semakin menjadi perhatian utama dalam dinamika pariwisata global.

Baca Juga: Cappadocia: Akses Terbaik, Bandara Baru di Kayseri

Dampak Overtourism di Bali

Menurut I Gede Pitana, seorang Pengamat Pariwisata dan Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Bali, overtourism tidak hanya dapat diukur dari jumlah wisatawan, melainkan dari dampak kualitatifnya pada masyarakat lokal. Pitana menyatakan bahwa masyarakat lokal mulai merasa terganggu dengan kehadiran wisatawan, menjadi indikator utama terjadinya overtourism di suatu destinasi.

Wisatawan juga turut merasakan ketidaknyamanan saat terjadi overtourism, khususnya di tempat wisata yang ramai. Bali dan Singapura dijadikan contoh oleh Pitana. Meskipun Pulau Dewata (Bali) lebih luas daripada Singapura, jumlah wisatawan Singapura pada tahun 2023 lebih banyak. Namun, yang menarik adalah bahwa Singapura tidak dianggap mengalami overtourism. Pitana menekankan bahwa persepsi ini berkaitan erat dengan dampak kualitatif yang dirasakan oleh masyarakat lokal.

Penyebab Overtourism di Bali

Menurut Pitana, infrastruktur menjadi faktor utama penyebab overtourism di Bali. Terlihat dari jalan yang sempit dengan deretan toko-toko, yang berujung pada minimnya ruang parkir. Perkembangan mobilisasi masyarakat lokal yang kini memiliki mobil turut memperparah situasi ini. Overtourism juga terkonsentrasi di Bali selatan, seperti Kuta, Jimbaran, Nusa Dua, dan Uluwatu, sementara sisi utara relatif sepi.

Keberadaan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Bali selatan menjadi faktor signifikan karena memicu kunjungan wisatawan ke destinasi terdekat. Selain itu, faktor budaya juga dianggap sebagai penyebab overtourism. Wisatawan yang tidak menghormati budaya setempat dapat mengganggu masyarakat lokal, menciptakan ketidaknyamanan yang akhirnya berujung pada overtourism.

Pitana menyoroti perilaku wisatawan yang mengendarai sepeda motor dengan gaya bebas tanpa pakaian, hanya mengenakan bikini, dan berhenti seenaknya. Perilaku semacam ini tidak hanya menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap budaya setempat tetapi juga dapat merugikan hubungan antara wisatawan dan masyarakat lokal.

Upaya Mengatasi Overtourism

Untuk mengatasi overtourism, Pitana mengusulkan perlunya peningkatan infrastruktur, terutama dalam hal jalan dan fasilitas parkir. Diperlukan juga penyebaran wisatawan ke berbagai lokasi di Bali, bukan hanya terpusat di daerah selatan. Selain itu, edukasi kepada wisatawan tentang pentingnya menghormati budaya setempat dapat menjadi langkah preventif untuk menghindari terjadinya overtourism.

Baca Juga: Sepak Bola, Seni, dan Kuliner Terbaik di Madrid

Kesimpulan

Overtourism bukan hanya masalah jumlah wisatawan, melainkan dampak kualitatifnya terhadap masyarakat lokal dan pengunjung. Bali, sebagai salah satu destinasi yang sering terkena dampak overtourism, membutuhkan solusi holistik yang melibatkan perbaikan infrastruktur, distribusi wisatawan yang lebih merata, dan edukasi untuk menciptakan keberlanjutan dalam sektor pariwisata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *